Pelajari Putusan MK Nomor 135, Bawaslu Padang Pariaman Buka Ruang Diskusi
|
Padang Pariaman,PADANG PARIAMAN – Putusan MK Nomor 135/PUU-XXI/2023 menjadi titik sentral dalam forum diskusi yang digelar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Padang Pariaman, di Hotel Grand Buana Lestari, Katapiang, Rabu (6/8/2025).
Mengangkat tema “Rekonstruksi Kewenangan Bawaslu dalam Pengawasan dan Penegakan Hukum Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi”, forum ini menghadirkan beragam pemangku kepentingan, mulai dari unsur pemerintah daerah hingga tokoh masyarakat sipil.
Bupati Padang Pariaman, John Kenedy Azis (JKA), yang turut hadir dalam forum tersebut, mengakui bahwa meski belum mendalami secara menyeluruh isi Putusan MK Nomor 135, ia memahami bahwa putusan ini membawa perubahan mendasar terhadap sistem pemilu nasional dan lokal. Bahkan, menurutnya, implikasinya cukup mengejutkan, khususnya menyangkut masa jabatan para pejabat publik.
“Pasca Putusan MK Nomor 135 itu, beberapa rekan menghubungi saya dan mengucapkan selamat, karena masa jabatan saya disebut akan bertambah dua tahun. Tapi saya tidak menyambutnya dengan suka cita. Menjalankan pemerintahan tidak sesederhana itu,” ujar JKA, merespons berbagai spekulasi yang muncul usai putusan tersebut.
Ia menyoroti kebingungan yang timbul dari ketentuan masa jabatan anggota DPRD yang akan berakhir pada 2029. Menurutnya, tidak ada mekanisme penunjukan penjabat (PJ) untuk kursi legislatif sebagaimana berlaku di eksekutif, sehingga perlu kejelasan teknis dari penyelenggara pemilu dan pembuat kebijakan.
“Ini tantangan baru bagi kita semua. Putusan MK Nomor 135 sudah final dan mengikat. Maka, diskusi seperti ini menjadi penting agar muncul gagasan untuk menyusun langkah teknis yang tepat,” ungkapnya.
Ketua Bawaslu Padang Pariaman, Azwar Mardin, dalam paparannya menegaskan bahwa penguatan lembaga pengawasan pemilu tak bisa berjalan secara sepihak. Ia menekankan perlunya kolaborasi antarinstansi dan peran aktif masyarakat demi terwujudnya pengawasan yang kredibel.
“Forum ini menjadi wadah penting untuk membangun sistem pengawasan yang inklusif dan partisipatif. Penguatan kelembagaan hanya bisa tercapai jika seluruh pihak bersedia terlibat aktif dan memberikan masukan konstruktif,” katanya.
Azwar juga menyoroti bahwa tantangan Bawaslu ke depan bukan hanya pada aspek teknis dan prosedural, tetapi juga pada upaya memulihkan kepercayaan publik terhadap demokrasi. “Kami berharap, forum ini melahirkan gagasan yang tidak hanya memperkuat pengawasan, tetapi juga mempertegas komitmen kita terhadap demokrasi lokal,” tambahnya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Sumatera Barat, Benny Aziz, yang tampil sebagai pembicara utama, menyampaikan bahwa Putusan MK Nomor 135 membawa perubahan signifikan pada norma-norma kepemiluan. Ia menyatakan bahwa rekonstruksi kewenangan Bawaslu menjadi keniscayaan, terutama dalam menyikapi perubahan regulatif dan struktural yang timbul.
“Rekonstruksi ini tidak hanya menyentuh aspek teknis administratif, tetapi juga menyangkut struktur dan fungsi kelembagaan. Kita harus memastikan bahwa fungsi pengawasan tidak tergerus, melainkan justru diperkuat,” tegasnya.
Menurut Benny, tantangan yang dihadapi bukan hanya soal hukum, tetapi juga tentang bagaimana strategi pengawasan dikembangkan agar tetap adaptif di tengah perubahan. Ia berharap forum ini mampu memetakan implikasi hukum dan merumuskan langkah strategis untuk memperkuat peran Bawaslu di masa transisi.
Forum diskusi ini juga diisi dengan pemaparan mendalam dari narasumber Rodi Chandra, yang mengulas dinamika hukum pemilu dan strategi penyelesaian sengketa pasca putusan MK Nomor 135. Ia menekankan pentingnya kesiapan teknis dan kapasitas kelembagaan dalam menghadapi perubahan sistemik yang ditimbulkan oleh keputusan MK tersebut.
Kepala Sekretariat Bawaslu Padang Pariaman, Baiq Nila Ulfaini, menambahkan bahwa forum ini didesain sebagai ruang edukatif yang komprehensif. “Kami ingin seluruh pengawas pemilu memahami konteks perubahan hukum secara utuh, sekaligus menyusun rekomendasi konkret bagi DPR dan pemerintah untuk penguatan pengawasan,” ungkapnya.
Narasumber utama di sesi pertama diskusi tentang Putusan MK Nomor 135 itu, adalah Rodi Chandra. Ia merupakan yang merupakan akademisi dengan bejibun latar belakang keilmuan. Rudi mengulas sejumlah tantangan yang dihadapi dalam menyelesaikan sengketa pemilu, serta menguraikan strategi hukum yang perlu ditempuh oleh Bawaslu agar tetap mampu menjaga kredibilitas demokrasi elektoral.
Sedangkan pada sesi kedua, narasumber yang dihadirkan oleh Bawaslu Padang Pariaman yaitu akademisi dari Universitas Andalas, Hary Efendi Iskandar. Lalu Samaratul Fuad, yang merupakan Majelis Anggota Nasional Komisi Independen Pengawas Pemilu (KIPP) Nasional. (*)
penulis dan foto : humas